-->

Kamis, 25 Maret 2010

TPA Galuga Longsor Lagi, 4 Orang Dilaporkan Tewas KOMPAS/AGUS SUSANTO BOGOR, KOMPAS.com - Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga di Desa Galuga, Kecama


GOR, KOMPAS.com - Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor longsor pada Selasa (16/3/2010) sekitar pukul 15.30 WIB. Longsor ini mengakibatkan empat orang tewas dan 5 luka-luka.

Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar Tomex Korniawan membenarkan Tempat Pembuangan Sampah Akhir milik Pemda Kota dan Kabupaten Bogor itu longsor kembali. "Informasi awal yang saya terima, longsor kali ini menimbun orang. Laporannya menyebakan yang tertibun itu meningal dunia empat orang dan limaorang lainnya luka-luka," katanya.

Namun demikian Tomex belum pasti, apakah para korban tersebut adalah pemulung atau petugas TPA. "Saya sendiri masih dalam perjalanan ke lokasi. Saat ini masih turun hujan," katanya, sekitar pukul 16.30.

»»  READMORE...

Longsor di TPA Galuga Murni Bencana Alam

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Bambang Gunawan mengatakan bahwa kasus longsor yang tempat pembuangan akhir (TPA) Galuga disebabkan oleh bencana alam. "Itu (longsor TPA Galuga) murni bencana alam, kita tidak ingin berpraduga lain, saat ini proses hukum sedang dilakukan, semuanya kita serahkan kepada yang berwenang," katanya usai memenuhi panggilan Komisi C DPRD Kota Bogor, Kamis (25/3/2010).

Peristiwa longsor terjadi Selasa (16/3/2010) setelah hujan deras mengguyur wilayah Bogor, dan mengakibatkan longsor sampah di TPA Galuga yang terletak di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jabar, sehingga empat orang pemulung tewas dan tujuh orang luka-luka.

Terkait pemeriksaan yang kini dilakukan oleh pihak Polres Bogor, Bambang tidak banyak berkomentar, namun ia menyerahkan proses hukum tersebut ke pihak yang berwenang.

Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Bogor, Indra M Roesli yang juga hadir mengatakan hal serupa. Menurut dia, pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah hal yang wajar. Indra sendiri telah dipanggil Polres Bogor untuk dimintai keterangan pada Selasa (23/3/2010) lalu.

Terkait pemanggilan tersebut, Indra tidak banyak berkomentar. Ia mengaku hanya melakukan kewajibannya memenuhi undangan polisi. Indra mengatakan, yang perlu dilakukan saat ini adalah penanganan TPA Galuga pascalongsor. Saat ini, pihaknya bersama Pemerintah Kota (Pemkot)dan DPRD Bogor telah melakukan perencanaan pembenahan TPA Galuga.

Perencanaan tersebut meliputi biaya ganti rugi longsor yang menimbun lima hektare sawah penduduk dan memperbaiki turap penyangga yang ambruk akibat longsor. "Kita sedang melakukan evaluasi pembenahan TPA Galuga, mulai dari ganti rugi sawah masyarakat yang tertimbun longsor, dan perbaikan turap penyangga, serta perluasan TPA," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Kota Bogor, Usmar Hariman yang memimpin pertemuan tersebut menyebutkan, pertemuan membahas persamaan persepsi tentang penanganan masalah TPA Galuga. "Kita tidak menyentuh masalah hukum, pertemuan hanya untuk persamaan persepsi tentang TPA Galuga ke depannya seperti apa, dan penanganan pascalongsor baiknya bagaimana," katanya.

Dalam pertemuan tersebut, kata dia, dibahas tentang anggaran perbaikan dan ganti rugi TPA Galuga sebesar Rp 10 miliar. "Awalnya Pemkot Bogor mengajukan Rp 5 miliar, namun melalui segala pertimbangan dan kajian yang ada kita menambah besarannya menjadi Rp 10 miliar, penghitungan ini untuk penanganan Galuga secara jangka panjang," katanya.

»»  READMORE...

Gempa Haiti | Bencana Alam Terbesar Abad IniGempa Haiti | Bencana Alam Terbesar Abad Ini


Seminggu sudah gempa itu terjadi. Gempa dahsyat mengguncang Haiti, memporak porandakan bangunan dan apapun diatas bumi Port-au-Prince, menghancurkan, membenamkan, menimbun dan membunuh ribuan, puluhan bahkan ratusan jiwa penduduknya. Sungguh bencana dahsyat, bahkan melebihi dahsyatnya tsunami Aceh dan sejumlah negara di Asia selatan tahun 2004 lalu.

Memasuki hari ketujuh pascagempa di Haiti, bantuan makanan dari dunia internasional hingga belum juga tersalurkan dengan baik. Tak hanya itu, situasi keamanan juga tak terkendali. Hal itu ditandai dengan penjarahan dan kekerasan yang terjadi di mana-mana sehingga membuat warga semakin ketakutan. Tingginya minat warga untuk meninggalkan Haiti membuat pasukan pengamanan kedutaan besar bekerja ekstra keras. Warga baru dapat meninggalkan Haiti setelah mendapat persetujuan dari kedubes yang bersangkutan.

Kondisi ini tak ayal membuat aksi penjarahan makin merajalela hampir di seluruh pelosok Kota Port au Prince. Bahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Kanada di Ibukota Port-au-Prince dipenuhi warga Haiti. Ratusan warga rela antre berjam-jam demi mendapat visa agar dapat meninggalkan Haiti secepatnya. Kondisi tersebut terjadi karena buruknya penanganan terhadap korban gempa.

70 ribu mayat berhasil ditemukan. Sedangkan menurut perkiraan, gempa berkekuatan 7 skala Richter itu menelan sedikitnya 200 ribu korban jiwa.

Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-bangsa telah mengumumkan gempa ini sebagai bencana terparah yang pernah terjadi karena pemerintahan dan PBB lumpuh. Bahkan gempa ini dikatakan lebih parah dari tsunami 2004 di Aceh dan sejumlah negara di Asia selatan.

Gempa bumi Selasa itu merupakan gempa paling kuat yang mengguncang Haiti dalam lebih dari 200 tahun, yang merobohkan istana presiden serta rumah-rumah perbukitan, dan membuat negara yang berpenduduk sembilan juta orang itu meminta bantuan internasional.

»»  READMORE...